MTs Negeri 34 Jakarta: 02/22/14

Sabtu, 22 Februari 2014

MEMBENTUK ANAK YANG BERKARAKTER



             Belum satu tahun kuliah, seorang mahasiswa sudah mengambil cuti. Selama dua semester yang telah dijalaninya itu dia selalu mengatakan, “saya salah jurusan!”
            Ada juga  mahasiswi mengeluhkan ‘saya  salah  jurusan’.  Kemudian pindahlah dia ke perguruan tinggi yang lain,  hasilnya  belum satu semester kuliahnya juga bermasalah. Pada perguruan tinggi kedua, ia mengkambing hitamkan “dosen yang tidak cocok”. Bahkan juga mengkambing hitamkan orang tuanya sendiri yang dikiranya tidak mendukung dirinya kuliah.
            Seorang siswa meminta kepada wali kelasnya untuk dipindahkan  ke kelas lain karena tidak cocok dengan teman sekelasnya.
Seorang pegawai mengeluh akan seniorrnya di tempat kerja yang selalu mencari-cari kesalahan dirinya, sehingga dia merasa tidak nyaman dan akhirya iapun memutuskan keluar dari tempat kerja.
            Kejadian seperti pindah kelas bahkan pindah sekolah, pindah kerja, pindah jurusan bahkan pindah kuliah sebenarnya tidak perlu terjadi bila anak-anak ini memiliki karakter yang kuat. Karakter yang dimaksud disini adalah seseorang yang memiliki kebiasaan yang positif  dalam dirinya  dan lingkungan. Seperti   selalu disiplin,  bertanggung jawab, pantang menyerah, sabar dan selalu berusaha sebaik mungkin,. Karakter-karakter ini tidak hanya digunakan ketika di sekolah, dunia kerja dan masyarakat. Akan tetapi karakter ini juga digunakan dalam lingkup yang lebih kecil yaitu dalam diri individu.
            Sebagai suatu contoh tentang anak yang terlambat bangun pagi. Dan ini pernah saya tanyakan kepada para siswa, “ apa yang dilakukan bila telat bangun ke sekolah?”. Jawaban mereka ada tiga macam yaitu pertama, lebih baik dirumah karena memang sudah telat dan ada hukuman bagi yang telat. Yang kedua, tetap datang dengan penuh usaha agar tidak telat seperti minta antar orang tua atau naik ojek. Yang ketiga,tetap datang dengan cara yang biasa dan siap menerima hukuman karena itu lebih baik dari pada ketinggalan pelajaran
            Dari contoh tersebut dapat dilihat mana karakter yang kuat dan yang lemah. Namun ketiga macam jawaban tersebut lebih baik dari pada anak yang tetap datang walau telat kesekolah karena paksaan orang tua, ditambah lagi si orang tua  yang menghadap ke gurunya untuk meminta agar anaknya tidak di hukum dan di izinkan masuk ke kelas dan gurunyapun mengabulkannya, pada hal sudah ada peraturan akan hal itu. Hal yang seperti inilah yang bisa mematikan karakter anak, tidak berani mengambil keputusan, tidak berani mengambil resiko, menjadi penakut dan tidak percaya diri.
            Membentuk anak yang berkarakter bukanlah kewajiban orang tua dan guru saja. Tapi ini merupakan sebuah system pendidikan artinya harus lah ada kerjasama antara guru, sekolah, masyarakat, orang tua dan pemerintah.
            Memang terkadang ada kesenjangan antara pelajaran yang didapat di sekolah dengan lingkungan. Dan  ini membuat anak menjadi bingung. Misal di sekolah di ajarkan untuk kewajiban  sholat lima waktu. Namun ketika di rumah di dapati ada anggota keluarga yang tidak sholat.
            Di sinilah peran guru untuk membantu anak dalam menghadapi yang demikian. Berikan lah gambaran lingkungan nyata, kembangkan sisi afektif siswa selain kognitif atau pengetahuannya.  Sehingga siswa akan menjadi anak yang cerdas dalam berpikir dan bertindak.
            Untuk memiliki karakter-karakter ini tidak bisa instan dalam setahun ataupun dua tahun.  Hal ini membutuhkan proses waktu dan dukungan dari berbagai pihak karena pendidikan adalah sebuah sistem.  
Dalam lingkup sekolah, guru perlu menanamkan  karakater-karakter tersebut ketika pembelajaran di kelas dan di lingkungan sekolah. Langkah-langkah berikut  ini dapat dilakukan dalam upaya membentuk karakter anak.
 Katakankanlah. Misalnya saat siswa sedang ulangan katakan, “ jawablah dengan jujur, percaya diri dengan jawaban yang telah dibuat,…”.  Atau saat siswa melakukan kesalahan  dan kita ingin memberi  hukuman, katakanlah “ …ingat kita harus bertanggung jawab apa yang telah kita perbuat….”.
            Berikan contoh dan  tularkan. Misal meminta siswa untuk jujur maka guru harus selalu jujur baik berkata dan bertindak. Meminta siswa untuk berkata sopan maka guru harus berkata dengan sopan baik dikelas maupun diluar kelas. Dengan demikian siswa akan melihat contoh nyata dan semoga dengan harapan sikap-sikap dan karakter tersebut akan tertular pada siswa.
            Berikan reward. Seringkali kita hanya ingat untuk memberikan hadiah pada siswa yang nilainya paling bagus. Berikanlah pula hadiah pada siswa atas usahanya misalnya yang membawa lengkap bukunya, datang paling awal di sekolah, siswa yang berpakaian rapi, siswa yang selalu hadir. Artinya, usaha mereka berbuat yang terbaik patut kita hargai. Misalnya siswa yang selalu memiliki nilai rendah tapi ia rajin datang lebih awal, ini lebih baik dibanding siswa nilai bagus tapi sering terlambat.
            Berikan hukuman. Ini dilakukan bila siswa berperilaku tidak sesuai dengan norma yang  ada.  Jadi bukan saja karena melanggar peraturan tapi juga perilakunya seperti sikap, cara berbicara .  Misalnya seorang siswa mengaku telah mengerjakan PR tapi setelah di periksa ternyata belum. Yang di hukum bukan karena PRnya saja yang belum selesai tapi ketidak jujurannya,dan tidak melaksanakan kewajibannya dalam mengerjakan PR. Berilah hukuman yang konstruktif. Setelah diberikan hukuman bukan berarti dia bebas dari tidak mengerjakan PR tapi ingatkanlah kewajibannya untuk segera menyelesaikan PR.
            Untuk lebih optimal, penting bagi pendidik untuk memahami kembali psikologi perkembangan anak dalam upaya membentuk karakter. Dan ingatlah ini merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu dan berkesinambungan.
Alangkah indahnya bila sistem pendidikan kita mampu menciptakan   generasi yang berkarakter.  Ini merupakan sebuah proses sehingga memerlukan waktu dan tidak bisa instant, perlu dukungan dari semua pihak karena ini adalah sebuah sistem . Hasil nyatanya bukanlah bisa dilihat dalam setahun tapi bertahun-tahun kemudian baru terlihat.

Sebagai langkah awal bisa kita mulai dari penanaman karakter yang terdapat dalam tujuan pendidikan nasional yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

           
                          Laily Muthia,S.Pd
Guru MTSN 34